Hari Ibu dan Kepemimpinan Adat: Makna Terpilihnya Gusti Mona Herliani di Banua

BANJARBARU, Sinarbanua.com – Hari Ibu sejatinya bukan sekadar peringatan simbolik, melainkan momentum refleksi tentang nilai pengabdian, keteguhan, dan kebijaksanaan. Nilai-nilai itulah yang menemukan momentumnya ketika Bunda Gusti Mona Herliani terpilih sebagai Ketua Markas Wilayah (Mawil) Dewan Adat Banjar (DAB) Kalimantan Selatan, Sabtu (20/12/2025).

Dalam konteks adat Banjar, kepemimpinan tidak semata diukur dari kewenangan struktural, tetapi dari kemampuan merawat harmoni, menjaga marwah, dan mempersatukan perbedaan. Terpilihnya Gusti Mona Herliani di momentum Hari Ibu menjadi simbol bahwa nilai-nilai keibuan memiliki tempat penting dalam tata kelola adat: teduh, tegas, dan berorientasi pada keberlanjutan.

Gusti Mona Herliani menegaskan bahwa amanah ini bukan ruang untuk berkuasa, melainkan ruang pengabdian bagi Banua.

“Adat Banjar hidup karena nilai-nilainya dijaga dengan hati. Kepemimpinan adat harus menghadirkan keteladanan, bukan sekadar aturan,” ujar Gusti Mona Herliani.

Lebih jauh, ia menekankan bahwa Dewan Adat Banjar harus menjadi jembatan antara warisan leluhur dan tantangan zaman, bukan terjebak pada romantisme masa lalu.

“Adat bukan benda mati. Ia harus hadir menjawab persoalan sosial, menjaga persatuan, dan membimbing generasi muda agar tidak tercerabut dari akar budayanya,” tegasnya.

Pandangan tersebut sejalan dengan penilaian sejumlah tokoh adat Banjar. Salah satu pengurus DAB Kalsel menilai, kepemimpinan perempuan di tubuh Dewan Adat Banjar merupakan bentuk kedewasaan budaya yang patut diapresiasi.

“Adat Banjar sejatinya menghormati peran perempuan sebagai penjaga nilai dan harmoni. Terpilihnya Gusti Mona Herliani adalah refleksi bahwa adat kita inklusif dan adaptif terhadap zaman,” ungkapnya.

Sementara itu, tokoh adat Banjar lainnya menegaskan bahwa tantangan Dewan Adat Banjar ke depan bukan hanya menjaga simbol dan seremoni, tetapi memperkuat peran substantif adat di tengah masyarakat.

“DAB harus hadir sebagai penyejuk di tengah dinamika sosial. Kami berharap Ketua Mawil mampu merawat persatuan Banua dengan kearifan, bukan dengan sekat,” katanya.

Dalam lanskap sosial yang terus berubah, adat sering kali diuji oleh modernitas, konflik kepentingan, dan lunturnya identitas. Di titik inilah, kepemimpinan adat dituntut untuk tidak reaktif, tetapi reflektif; tidak keras, tetapi berwibawa.

Momentum Hari Ibu ke-97 mempertegas pesan bahwa kekuatan adat tidak selalu lahir dari ketegasan yang kaku, melainkan dari kebijaksanaan yang mengayomi. Nilai itulah yang diharapkan melekat dalam kepemimpinan Gusti Mona Herliani di Dewan Adat Banjar Kalimantan Selatan.

Ketika adat dijaga dengan hati, dan kepemimpinan dijalankan dengan kebijaksanaan, Banua tidak hanya bertahan—tetapi tumbuh dengan jati diri yang kuat. (SB)